Melihat Peradaban Sungai Batanghari

MUARASABAK, serumpuntimur.co -Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama sejumlah pemerintah daerah secara resmi membuka Kenduri Swarnabhumi sebagai realisasi pemajuan kebudayaan sesuai amanah UU Nomor 5 Tahun 2017, di Jambi, sejak 12 Agustus 2022 lalu di Jambi.

Dan kemaren 19 September 2022 kembali berlangsung pelaksanaan Kenduri Lawang Swarnabhumi di Kampung Laut kecamatan Kuala Jambi kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kampung Laut adalah daerah dimana tempat bermuaranya sungai Batanghari.

Kenduri Swarbahumi merupakan upaya menghubungkan kembali, menyebarluaskan dan memperkuat kebudayaan Melayu dengan berbagai kegiatan di wilayah
DAS Batanghari. Atau ingin mengkaji ulang peradaban yang pernah ada melalui DAS sungai Batanghari diabad terdahulu.

Dengan berlangsungnya Kenduri Swarnabhumi diharapkan mengingatkan kembali kebudayaan akuatik sepanjang DAS Batanghari serta kebanggaan terhadap Sungai Batanghari sebagai pembangun peradaban serta tumbuh komitmen merawat warisan tradisi serta cagar budaya nasional yang pernah ada diwilayah itu.

Direktur Perfilman, Musik, dan Media Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek Ahmad Mahendra pernah menyebut Sungai Batanghari sebagai sumber kehidupan yang saling menghubungkan antar masyarakat yang hidup di sepanjang alirannya sejak dulu sehingga membangun suatu tradisi budaya.

Penyelenggaraan Kenduri Swarnabhumi menjadi gerakan untuk menyambungkan masyarakat akuatik Melayu kembali menjadi bagian dari peradaban yang telah dimulai dari DAS Batanghari.

Di Jambi, Sungai Batanghari adalah yang terpanjang. Mengalir sejauh 800 km, sungai ini menembus wilayah Jambi dari hulunya di Gunung Rasan, Sumatra Barat. Kemudian bermuara di pantai timur Sumatra ke Laut Cina Selatan (Kampung Laut, Kuala Jambi, Tanjab Timur)

Di sepanjang alirannya, jejak perdaban masa lalu banyak ditemukan, seperti Koto Kandis, Muarajambi, Padang Roco, Pulau Sawah, dan Solok Sipin. Beberapa di antaranya bahkan dipilih oleh penguasa Melayu menjadi pusat pemerintahan.

Junus Satrio Atmodjo, arkeolog dan anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Nasional, menjelaskan kehidupan di kawasan Sungai Batanghari sudah sangat tua. Dimana pengaruh prehistori kita dapatkan sampai ke Kerinci. Bahkan Ada pengaruh dari Tiongkok juga. Ditemukan keramik-keramik dari masa Dinasti Han, abad ke-3. Artinya hubungan dunia luar dengan masyarakat di pedalaman Jambi sudah ada pada abad ke-3. Sungai Batanghari adalah jalannya masuknya hubungan itu.

Kalau kita buka catatan sejarah yang tercatat terdahulu, maka akan didapatkan catatan sejarah dimana abad ke-7, seorang biksu asal Tiongkok pun sudah berlayar sampai ke negeri bernama Mo-lo-yeu. Lokasi yang ia datangi banyak dihubungkan dengan wilayah Situs Muarajambi, di Muaro Jambi, Jambi sekarang.

Biksu asal Tiongkok ini menyusuri pantai timur Sumatra, berhenti di suatu tempat, naik perahu yang lebih kecil. Artinya, ia menyusuri sungai ke pedalaman. Tentu saja yang paling memungkinkan melalui DAS sungai Batanghari melalui Muaranya yang berada di Tanjung Jabung Timur yakni Kuala Jambi. Dari sinilah perjalan di mulai hingga sampai ke Muara Jambi.

Menurut Junus Satrio Atmodjo, dari sinilah makanya banyak ditemukan keramik asing. Yang tertua misalnya dari masa Dinasti Tang abad ke-8 hingga ke-9. Sementara keramik asing terbanyak adalah dari masa Dinasti Sung, abad ke-11 hingga ke-13. Juga temukan pecahan kaca yang datangnya dari Timur Tengah, lalu benda-benda yang diperkirakan, benda logam dari India.

Jambi ketika itu telah menjadi salah satu pelabuhan yang ramai dikunjungi kapal asing. Beberapa produk Jambi misalnya emas, damar, dan pinang menarik minat banyak pedagang. Produk ini merupakan komoditas ekspor yang dikumpulkan dari wilayah pedalaman.
Hasil alam itu mendorong Jambi menjadi wilayah yang berkembang. Bukan hanya bicara soal mendatangkan barang dari luar ke Jambi, tapi Jambi sendiri adalah produsen pada saat itu.

Tentu saja sungai Batanghari berperan sebagai jalan utama jaringan pengepul kecil di wilayah hulu. Di antaranya Kerinci sebagai penghasil beras, emas, dan hasil hutan.

Kemudian menurut arkeolog Budi Istiawan dalam tulisannya, “Jejak Sejarah dan Kepurbakalaan Dharmasraya”, Menguak Tabir Dharmasraya, lokasi Sei Langsek yang dekat dengan Sungai Batanghari. Ini artinya jejak sejarah peradaban disana juga memberikan andil dari DAS sungai Batanghari dizaman dahulu.

Selain itu Gusti Asnan, guru besar sejarah Universitas Andalas, mengatakan dalam Sungai dan Sejarah Sumatra berpendapat dengan memiliki pusat pemerintahan dan aktivitas niaga di pinggir sungai pada kawasan yang mengarah ke pedalaman, membuat sang penguasa bisa memiliki kendali maksimal terhadap pergerakan orang dan barang.

Aliran dan muara sungai memegang peran penting dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan agama, begitu Gusti Asnan.

Gusti Asnan menegaskan bahwa sungai adalah faktor sejarah di Sumatra. Di masa lalu sungai merupakan jalan raya tempat sebagian besar warga Sumatra berlalu lintas dan mendistribusikan barang. Ini yang membuat permukiman, termasuk tempat peribadatan, kerap terkonsentrasi di sepanjang aliran sungai.

Melihat tulisan diatas bahwa Tanjung Jabung Timur sekarang tentu saja menjadi daerah awal peradaban karena Muara DAS Batanghari ada disini.

Penulis : Rustam Has
Sumber : (berbagai sumber)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *